WahanaNews.co.id | Komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin 'tidak bisa terus berkuasa' saat berpidato di Warsawa, Polandia, memicu kritikan tajam.
Seorang Senator AS bahkan menyebut komentar Biden sebagai 'kesalahan yang mengerikan'.
Baca Juga:
BTS akan Mengunjungi White House, Bahas Rasisme Anti Asia
Seperti dilansir detikcom dari AFP, Senin (28/3/2022), seorang analis senior AS menilai pernyataan Biden justru bisa memperpanjang perang yang tengah berlangsung di Ukraina.
Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan memperingatkan bahwa penggunaan kata-kata semacam itu bisa memicu 'eskalasi' konflik, yang selama ini berusaha ditahan oleh AS dan sekutu-sekutu NATO dan melemahkan upaya Barat dalam membantu rakyat Ukraina yang menderita.
Macron yang sering berbicara dengan Putin sejak invasi dilancarkan pada 24 Februari, memperingatkan Barat untuk tidak 'memicu eskalasi dalam kata-kata atau tindakan' atau berisiko menghambat upaya kemanusiaan penting, termasuk harapan mengevakuasi warga kota Mariupol yang dikepung pasukan Rusia.
Baca Juga:
Korut Siapkan Uji Coba Nuklir Ditengah Covid-19
Senator Senior AS dari Partai Republik, Jim Risch, menilai pernyataan Biden itu bertentangan 180 derajat dengan upaya-upaya konstan pemerintahannya untuk mencegah konflik semakin meluas.
"Tidak banyak lagi yang bisa Anda lakukan untuk memicu eskalasi daripada menyerukan perubahan rezim," ucap Risch kepada CNN.
Pernyataan Biden itu disampaikan saat dia berpidato pada Sabtu (26/3) lalu untuk menutup rangkaian kunjungan ke Polandia di tengah invasi Rusia ke Ukraina.
Kunjungan Biden ke Eropa, yang bertujuan menunjukkan posisi kuat dalam melawan invasi Rusia ke Ukraina, itu dipuji secara luas. Namun kalimat ad-lib yang dilontarkan Biden soal Putin dalam pidato itu mengejutkan para penasihat kepresidenan AS.
"Demi Tuhan, pria ini tidak bisa terus berkuasa," demikian komentar Biden yang kini menuai kecaman.
Gedung Putih langsung mengambil langkah cepat untuk mengklarifikasinya, dengan menegaskan Biden tidak mengadvokasi 'perubahan rezim' di Rusia. Ketika ditanya lebih lanjut oleh wartawan, pada Minggu (27/3) waktu setempat, apakah itu yang dia serukan, Biden menjawab: "Tidak."
Namun komentar-komentar Biden lainnya, yang juga menyebut Putin sebagai 'tukang daging', telah memicu kemarahan Rusia, membuat heran sekutu-sekutu AS dan memaksa para penasihat kepresidenan AS untuk berjibaku meredakan kritikan yang muncul.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang sedang berada di Yerusalem turut menyangkal bahwa Biden menyerukan penggulingan Putin. Blinken menjelaskan bahwa poin pernyataan Biden adalah 'Putin tidak bisa diberdayakan untuk mengobarkan perang, atau terlibat agresi melawan Ukraina, atau siapa saja'.
Pilihan soal pemimpin Rusia, tegas Blinken, 'tergantung pada rakyat Rusia'.
Pembelaan senada juga disampaikan Duta Besar AS untuk NATO, Julianne Smith, yang menegaskan bahwa: "AS tidak memiliki kebijakan perubahan rezim terhadap Rusia, titik."
Namun demikian, diplomat AS yang memimpin Dewan Hubungan Luar Negeri, Richard Haass, menyebut Biden telah 'membuat situasi yang sulit menjadi semakin sulit dan situasi berbahaya menjadi semakin berbahaya'.
"Putin akan melihatnya sebagai konfirmasi atas apa yang dia yakini selama ini. Kesalahpahaman yang buruk dalam disiplin yang memicu risiko memperluas cakupan dan durasi perang," cetusnya.
Kritikan juga disampaikan Francois Heisbourg dari Institut Internasional untuk Kajian Strategis yang menyerukan agar pemimpin AS lebih baik tidak 'berbicara secara sembrono'. [JP]