"Tinggal sekarang kemauan politis dan kegigihan dari para pelaku diplomasi di lembaga internasional itu, misalnya di ASEAN, ya. Ini harus jadi agenda bersama, kan sudah ada undang-undang kebahasaan, sudah ada Peraturan Pemerintah 57, sudah ada Perpres, nah ini mengatur pejabat negara berkewajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam forum-forum seperti itu," tuturnya.
Ia mengatakan, diplomat Indonesia sebelumnya juga sudah mengupayakan lewat lobi dan penggunaan bahasa Indonesia. Di sisi lain, ia mengakui upaya ini butuh perjuangan berat.
Baca Juga:
PM Malaysia Isyaratkan Gelar Pemilu
"Karena sebagian besar pejabat kita itu sudah terbiasa mengunakan bahasa asing karena kefasihannya sehingga merasa tidak perlu menggunakan bahasa Indonesia, daripada susah-susah dua kali dan ada penerjemah," tuturnya.
"Nah ini sebetulnya menurut undang-undang sendiri dimungkinkan dan diperbolehkan, jadi kebanggan kita kalau kita itu melakukan diplomasi dalam bahasa Undonesia dan itu sah-sah saja, tidak ada halangan. Dan itu harus jadi agenda bersama dari pemerintah sendiri," imbuhnya.
Aminudin mengaku sebelumnya pernah mengusulkan bahasa Indonesia menjadi lingua franca plus melalui jalur bisnis. Ia mengatakan, pihaknya kini sedang lakukan penjajakan pada para eksportir agar mencantumkan bahasa Indonesia pada produk ekspor di samping bahasa asingnya.
Baca Juga:
Sah, Politikus Kutu Loncat Bakal Kena Sikat
"Kita kalah dengan Thailand dan Vietnam yang melabeli petunjuk dalam produknya, apakah pasta gigi atau mie instan, mereka cantumkan bahasa mereka sendiri. Nah kita kalau produk ekspor, kita jarang melabeli bahasa Indonesia," katanya.
"Padahal bisa kita lengkapi dengan bahasa Indonesia, lalu kita tambahkan petunjuk bahasa Inggrisnya atau bahasa Arab atau bahasa lain sesuai tujuan negaranya," imbuh Aminudin.
Upaya lainnya, sambung Aminudin, juga dilakukan lewat pembuatan film, karya seni, pagelaran, hingga penggunaan bahasa Indonesia oleh atase pendidikan dan kebudayaan serta kedutaan agar orang 'terpaksa' memahami bahasa Indonesia.